Aep Deet Urang Tasik Jadi Guru Pertanian di Malaysia, Dianggap Biasa di Negeri Sendiri 

JURNAL Priangan.com – Sudah bukan rahasia lagi Urang Tasik adalah “orang Padangnya’ Jawa barat. selalu Sukses di perantauan. Salah satunya adalah Aef Deet. Dia sukses menjadi petani organik di Malaysia. Namanya memang Deet (dangkal, Indonesia) dan nama itu sekarang sudah terkenal di Tasikmalaya.

Aef berasal dari Desa Sukapada Kecamatan Pagerageung. Aef adalah pelopor teknik sistem penanaman padi organik dangkal. Nah berkat kesuksesannya itulah dia mendapat julkan Aef Deet.

Karena kesuksesannya itulah, para petani dari serikat Sunah Tani Kelantan, Malaysia, menemui Aef beberapa tahun lalu. Mereka bukan hanya untuk berguru, tapi menawarkan perbaikan ekonomi dan mengembangkan cara bertani organik d Malaysia,

“Ilmu saya dihargai di Malaysia. Saya senang bekerja di Malaysia saya bukan jadi TKI, tapi tenaga ahli pertania,” kata Aef, ketika kembali ke kampung halamannya, setahun setelah dia ke Malaysia. Pada kunjungannya kali itu, dia juga membawa sejumlah orang Malaysia.

Aef mengantar tiga orang, yakni Direktur Serikat Sunnah Tani H Muhammad Nuri, kepala marketing H Julemi, bagian keuangan H Alyas, untuk bertemu dengan ketua gabungan kelompok tani padi organik Tasikmalaya Uu Syaeful Bachri.

Pada akhir pekan minggu pertama Juli itu, mereka juga melihat proses pertanian organik di Tasik.

Di sela-sela kegiatan itu, Aef menyatakan kebanggaannya hidup di Malaysia. Dia menyatakan, pilihannya menjadi petani dan mengabdikan ilmunya di Kelantan, sebagai sesuatu yang lebih baik dibandingkan ketika dia melakukan hal yang sama di tanah kelahirannya sendiri.

“Saya mendapatkan materi yang cukup besar dan fasilitas memadai hingga saya merasa terjamin,” katanya.Menurut dia, berkat pilihannya itu, dia mengaku keluarganya ikut sejahtera.

Baru setahun Aef di Malaysia, dia mengaku mampu mengubah kehidupan ekonomi keluarganya menjadi lebih baik. Bahkan dia dia bisa mengumpulkan dana untuk menunaikan ibadah haji.

Menurut Aef, selain menjadi petani dan menggarap sawah padi di negeri jiran itu, dia juga memberikan pelatihan cara penanaman padi organik kepada petani di Malaysia.

Dari hasil mengajar pelatihan sistem penanaman padi itu, ia mendapatkan gaji cukup besar dari pemerintah Malaysia hingga mampu membangun rumah di kampung halamannya menjadi layak huni.

Menurut Aef, ada enam petani Indonesia yang yang bekerja dan memberikan pelatihan tentang pertanian di sana, yang datang ke Kelantan dibawa oleh Serikat Sunnah Tani.

“Saya dan yang lainnya diberi gaji sebesar Rp 12 juta per bulan,” kata Aef dengan nada bicara bangga.

Menurut dia, kepergiannya ke Malaysia memang untuk mencari perubahan ekonomi agar dapat menyejahterakan keluarganya.

Selama di Malaysia, menurut Aef, segala ilmu dan jasa-jasanya sebagai petani lebih dihargai. Penghargaan itu berupa sejumlah fasilitas pertanian maupun kesejahteraan ekonomi.

“Buruh tani di sini sulit sejahtera karena yang dibayar hanyalah tenaganya bukan dilihat dari ilmu atau jasanya,” katanya.

Sementara itu, Ketua Agribisnis Tasikmalaya Wawan mengatakan, kepergian petani terbaik asal Kabupaten Tasikmalaya itu ke negara Malaysia menjadi boomerang bagi pertanian di Indonesia.

Dinilai dari jangka pendeknya, menurut dia, sepertinya tidak ada kerugian apa-apa.

“Kepergian Aef justru seperti hanya memberikan keuntungan bagi buruh tani yang mengabdikan dirinya di Malaysia hingga mendapatkan kesejahteraan yang cukup besar,” katanya.

Padahal, kata dia, kepergian Aef, dan sejumlah petani lain yang memiliki keahlian itu, memiliki dampak negatif tersembunyi bagi perkembangan pertaian di dalam negeri.

“Bisa saja terjadi lama-lama Malaysia akan mencuri teknologi penanaman padi organik di Tasikmalaya. Lalu, jika selama ini Malaysia mendatangkan beras dari Tasikmalaya, maka lama-lama nanti bisa jadi sebaliknya,” kata Wawan.(rev)