Thoriqoh Artinya Jalan, Kenapa Harus Berthoriqoh?

JURNALPRIANGAN.COM- Banyak yang bertanya apa itu thoriqoh atau ilmu tarekat. Apakah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Jawabannya thoriqoh adalah jalan.

Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, ilmu tarekat dalam Islam  yakni praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang tertentu.

Ia memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad mengajarkan wirid dan zikir kepada Ali bin Abi Thalib atau sahabatnya yang lain. Selanjutnya,sahabat yang menerima pengajaran ini menyebarkannya sehingga jumlah penerimanya semakin bertambah dan meluas.

Bacaan Lainnya

Dalam perkembangannya thoriqot kemudian menyebar dan menjadi kekuatan kekuatan sosial yang mewarnai kehidupan Umat Islam dalam menjalankan ajarannya, selanjutnya kumpulan orang yang mencotoh Rosululloh mengajarkan dzikir kepada Ali Bin Abi Thalib itu menjadi sebuah perkumpulan khusus atau lahir sebagai sebuah perkumpulan thariqat.

Orientalis Barat  J. Spencer Trimingham menulis dalam bukunya The Sufi Order in Islam mengatakan bahwa tarekat mulanya hanya metode gradual mistisisme kontemplatif dan pelepasan diri.

Kenapa Harus Mempelajari atau Mengamalkan Ilmu Thoriqoh

Sebagian kelompoh membidahkan bahkan mengharamkan orang berthoriqoh. Alasan mereka  tidak ada dalam quran dan Hadistnya. Dalil kenapa kita harus berthoriqoh adalah QS Al-Jin ayat 16.

“jikalau mereka tetap istiqomah di jalan itu, niscaya Kami akan benar-benar memberi minum kepada mereka air yang segar,” (Qs. Al-Jinn: 16).

[irp posts=”230″ ]

Memang ada perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata  jalan yang tertera dalam ayat al-Quran tersebut. Jalan yang dalam bahasa Arab Althariqoh atau Tarekat. Artinya, umat manusia yang istiqomah menjalankan Tarekat, yaitu jalan yang sudah ditentukan dan ditetapkan Allah, seperti mengikuti seluruh syariat agama, taat kepada semua perintah, dan menjauhi semua larangan, maka Allah akan melimpahkan pahala yang besar, yang bermanfaat di dunia dan akhirat.

Imam at-Thabari dalam Tafsir ath-Thabari menafsiri kata ath-Thariqoh dalam ayat surat al-Jinn tersebut sebagai Thariqotul Haqq wal Istiqomah (Jalan Kebenaran dan Jalan Istiqomah). Ibnu Abbas ra menafsirinya sebagai ath-Tha’ah (Jalan Ketaatan). Bagi Mujahid, Thariqotul Islam (Jalan Agama Islam) dan Thariqatul Haqq (Jalan Kebenaran). (At-Thabari, Tafsir ath-Thabari, 573).

Dalil pentingnya bertarekat adalah sesuai Hadits Nabi Muhammad Saw :

الشَّريعَةُ أقوالي ، وَالطَّريقَةُ أفعالي ، وَالحَقيقَةُ أحوالي، وَالمَعرِفَةُ رَأسُ مالي ، وَالعَقلُ أصلُ ديني ، وَالحُبُّ أساسي ، وَالشَّوقُ مَركَبي

Artinya : “Syari’at itu ucapanku, thoriqot itu perbuatanku, hakikat itu keadaanku dan ma’rifat itu puncak kekayaan (bathinku), akal itu pondasi agamaku , Cinta itu pijakanku dan rindu itu kendaraanku”.

Sayyidina Ali pernah ditanya oleh salah seorang shahabat :

“ Apa anda pernah melihat Tuhan ? ”

Jawab Ali :

“Bagaimana aku menyembah kepada yang tidak pernah aku lihat,”.

“ Bagaimana anda melihat-Nya ? ” tanyanya kembali.

Ali pun menjawab : “Dia tidak bisa dilihat oleh mata dengan pandangannya yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan.”

Riwayat ini juga mempertegas betapa pentingnya hati bagi para pencari sang pencipta Allah SWT kesucian jiwa  berarti ini juga bagiannya thoriqoh.

Ada sebuah nasihat Imam Syafi’i yang patut dijadikan renungan :

“Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tashawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.

Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak menjalani tashawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan lezatnya taqwa dan manisnya taat kepada Allah. Sedangkan orang yang hanya menjalani tashawuf tapi tidak mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik dan

Ingin mencapai kesempurnaan dalam ibadah…?

Dengan thoriqoh inilah seorang muslim berusaha mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah, termasuk berusaha bagaimana agar mampu beribadah seakan-akan melihat-Nya dan berusaha agar selalu bersama-Nya setiap saat dimana saja dan kapan saja. Tentunya seseorang tidak akan mampu mencapai kesempurnaan dan kenikmatan beragama secara kaffah tanpa mengamalkan tauhid, fiqih, dan tashawuf secara baik dan benar.

Pos terkait