JURNALPRIANGAN.COM- Umumnya talqin itu untuk orang yang mati. Sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW : “Talqinkanlah oleh kamu orang-orang yang akan mati dengan kalimat Laa Ilaaha Illalaah“.
Bagi orang thoriqoh pengertian mati ini bukan jasandya tapi hatinya yang belum mampu berdzikir atau engingat Allah. Oleh karena itulah segera ditalqin kepada ahlinya atau guru mursyid. Jadi pendapat yang mengatakan harus ditalqin saat liang lahat itu,
Hadist tersebut menunjukkan betapa pentingnya “Talqin Dzikir” harus mulai dari sekarang supaya hati kita selalu hidup dan mampu mengingat Allah, baik dalam keadaaan sehat maupun pada waktu akan lepasnya nyawa yang kita cintai.
Jadi talqin dzikir itu bukan hanya penting pada sakaratul maut saja. Karena jika hanya mengandalkan pada waktu akhir hayat, belum tentu dia mampu mengucapkan dzikrullah, karena bukanlah lisan yang bicara semata tetapi harus disertai hati dengan keimanannya.
“Talqin”, asal kata dari laqqana, yulaqqinu, talqiinan, artinya “Menuntun, atau tuntunan”. Dan merupakan peringatan/tuntunan guru kepada muridnya yang harus diikuti dengan seksama.
Dengan ditalqin dzikir kita akan dapat tuntunan/peringatan. Dengan dasar Firman Allh swt. :
Artinya : Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya perinagatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzariyyah : 55).
Manusia pertama yang menerima talqin dzikir ialah Nabi Adam a.s. Sebagaimana digariskan dalam Al-Qur’an :
Artinya : “Kemudian Adam ditalqin/diilhami beberapa kalimat oleh Tuhannya, lalu Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha menerima toubat dan Penyayang”. (QS. Al-Baqarah :37).
Ilham itu kalimat Thayyibah Laa Ilaaha Illallaah yang diajarkan kepada Nabi Adam a.s. dipatuhinya. Sedangkan Nabi Muhammad saw. menerima talqin dzikir di Gua Hira’, sesuai dengan wahyu pertama surat Al-Alaq ayat 1-2 sebagai berikut :
Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan! Yang menciptakan manusia dari segumpal darah”. (QS. Al-Alaq :1-2).
[irp posts=”167″ name=”Sejarah Sholawat Bani Hasyim yang Diizazahkan Syekh Kholil ke Abah Sepuh “]
Diikrarkan dengan lisan, kemudian hati membenarkan dengan tawajjuh (menghadapkan) diri kita ke hadirat Ilahi Rabbi.
Maksud dan rencana itu tidak akan berhasil, manakala umat manusia tidak ditauhidkan, disatukan hati dan jiwanya dalam satu aqidah yang pantas dan berhak, tidak boleh ada tandingannya, apa dan siapapun yaitu Allah swt. Allah memutuskan dan menetapkan, bahwa hanya Dia sendiri Zat yang harus di-ibadati, dimitoskan dan dikultuskan, tanpa ada tandingan apa atau siapapun. Dengan riset dan observasi yang cermat, teliti, bahwa Dzat Maha Akbar itu adalah Allah sendiri, sebagai Malikal Mulki dan sebagai Rabbu Ma’bud, dimana mendengar dan mentaati-Nya adalah mutlak.
Talqin itu peringatan guru kepada murid, sedang bai,at– yang juga dinamakan ‘ahad, adalah sanggup dan setia murid dihadapan gurunya untuk mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang diprintahkannya.
Banyak hadist yang menerangkan kejadi Nabi mengambil ‘ahad pada waktu membai’at sahabat-sahabatnya. Diriwayatkan oleh Ahmad r.a. dan Tabrani r.a. bahwa Rosullullah SAW. penah mentalqinkan sahabat-sahabatnya secara berombongan dan perseorangan.
Talqin berombongan pernah diceritakan oleh Syaddad bin “Aus r.a. : “Pada suatu ketika kami berada dekat Nabi SAW. Nabi SAW. bersabda” : Apakah ada diantaramu orang asing? maka jawab saya, tidak ada”. Lalu Rosulullah SAW. menyuruh menutup pintu dan berkata :
“Angkat tanganmu dan ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah, seterusnya beliau berkata : “Segala puji bagi Allah wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimat ini dan Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan bahwa Engkau tidak sekali-kali menyalahi janji”. Kemudian beliau berkata pula : “Belumkah aku memberi kabar gembira kepadamu bahwa Allah telah mengampuni bagimu semua?”.(*)